Kekeliruan Percobaan Stanley Miller

Image

Teori asal usul kehidupan yang dikemukakan oleh Alexander Oparin menyebutkan bahwa organisme berasal dari asam amino yang terbentuk dari reaksi kimia atmosfer purba dengan adanya energi alam (halilintar dan sinar kosmis). Kemudian pada tahun 1953, Stanley Miller melakukan percobaan untuk mendukung pernyataan Oparin dengan menggunakan CH4, NH3, H2 dan H2O. Dalam hasil percobaannya, memang terbukti bahwa reaksi kimia atmosfer purba dapat menghasilkan asam-asam amino, tetapi asam amino tersebut tidak dapat berkembang menjadi organisme seperti yang dikemukakan Oparin.

Dalam buku Menyibak Tabir Evolusi karya Harun Yahya disebutkan bahwa asumsi Miller dalam melakukan percobaan  tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Miller berasumsi bahwa atmosfer purba terdiri dari CH4, NH3, H2, H2O dan menganggap bahwa tidak ada oksigen pada atmosfer purba. Padahal pada kondisi yang sebenarnya, atmosfer purba berisi CO2, N dan terdapat banyak O2. Untuk membuktikan kekeliruan Miller, Ferris dan Chen melakukan percobaan dengan gas yang terdapat pada atmosfer purba, tetapi tidak ada asam amino yang dihasilkan. Jika pun terbentuk asam amino, maka asam amino tersebut akan hancur karena terdapat O2 yang sangat banyak. Selain itu, dalam percobaan Miller digunakan Perangkap Dingin (Cold Trap) untuk memisahkan dan melindungi asam amino dari lingkungan terbuka segera setelah pembentukannya, tetapi kondisi ini mustahil terdapat di alam karena dalam kondisi alamiah asam amino yang terbentuk akan berhubungan langsung dengan factor-faktor yag bersifat merusak.

Perlunya Pengelolaan Hutan

Imageoleh : SeptantiAzz

Secara teoritik hutan sebagai kumpulan organisme (populasi)  mempunyai potensi bertumbuh (yg tak terbatas). Tetapi pada kenyataannya keseimbangan alam tidak sesuai dengan teori, Batero (1588) menuliskan bahwa pertumbuhan populasi dihentikan oleh kerusakan akibat penyakit, banjir, kelangkaan makanan dan Maltus (1798) mengemukakan prinsipelnya bahwa suatu populasi berpotensi untuk berbembang secara geometris, tetapi ditahan oleh keterbatasan daya dukung lingkungannya . Jadi, hutan sebagai keseimbangan alam pertumbuhannya dapat ditahan oleh daya dukung lingkungannya, misalnya jika terjadi kebakaran hutan yang sering melanda kawasan hutan di Indonesia, maka hutan tidak berkembang dan terjadi kerusakan.

Hutan dikenal sebagai tempat produktivitas ekosistem. Pohon-pohon dalam hutan melakukan proses fotosintesis  menghasilkan zat gula yang berfungsi untuk pertumbuhan dan yang paling penting adalah mengubah CO2 menjadi O2. Selain itu, hutan juga memproduksi kayu-kayu yang dibutuhkan manusia untuk membuat pulp, mebel ataupun lainnya. Hutan akan selalu kaya akan sumber daya alam tidak perduli apakah ada campur tangan manusia ataupun tidak.

Pemanfaatan hutan oleh manusia dari dulu hingga sekarang berbeda. Kalau dulu sebelum ditemukannya mesin gergaji, penebangan satu pohon diperlukan waktu setengah hari atau bahkan satu hari penuh. Tetapi, di era modern yang serba canggih ini, dalam waktu 5 menit bisa ratusan pohon yang ditebang. Sehingga wajar saja jika dikatakan kerusakan hutan setiap detik di dunia ini seluas lapangan bola. Walaupun demikian, ekosistem dapat menerima perlakuan manusia tersebut jika tidak melampaui batas ekosistem bisa memulihkan dirinya. Misalnya pohon jenis A di daerah tertentu setiap tahun dapat tumbuh sebanyak 10 pohon, maka kita tidak boleh menebang lebih dari 10 pohon jenis A tersebut agar ekosistem dapat memulihkan diri dan pohon jenis A tidak mengalami kepunahan.

Setiap waktu jumlah manusia semakin bertambah banyak, sehingga jenis dan jumlah manfaat yang dibutuhkan semakin meningkat. Hal ini juga dibarengi dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Apalagi setelah terjadinya revolusi industri di Inggris pada pertengahan abad ke-19. Banyak lahan yang dijadikan pabrik-pabrik, perumahan, dan lahan pertanian. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia walaupun dengan lahan yang terbatas.

Pengelolaan hutan adalah proses mengorganisir hutan (kumpulan tegakan), untuk menghasilkan manfaat bagi masyarakat atau yang memiliki. Pengelolaan hutan bertujuan untuk menyeimbangkan antara persediaan/sumber daya dan kebutuhan serta memperkecil konflik penggunaan sumber daya dengan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial. Tantangan dalam pengelolaan hutan adalah menyediakan persediaan manfaat sumber daya hutan untuk permintaan jangka panjang dan meningkatkan konsep manfaat ganda pada lahan-lahan yang tidak dibatasi untuk manfaat tunggal. Manfaat ganda misalnya, hutan digunakan untuk tempat tumbuh pohon dan satwa.

Tetapi dalam pelaksanaan pengelolaan hutan dapat terjadi kesalahan, seperti pada awal tahun 1990-an terjadi kesalahan pemanfaatan hutan secara meluas dan di eropa yang penduduknya memutuskan pindah ke Australia dan Amerika. Oleh karena itu pengelolaan hutan harus dilakukan secara terrencana dan terkonsep agar tidak terjadi kesalahan maupun kerugian, selain itu juga harus mempertimbangkannya dengan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial.

Save Our Forest

Image

    oleh: Septanti Azizah

     Indonesia terkenal akan hutan hujan tropisnya yang begitu luas. Letak geografisnya di garis khatulistiwa sangat mendukung  peran hutan Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia. Hutan Indonesia menyimpan kekayaan hayati yang begitu banyak. Berbagai flora dan fauna tumbuh dan berkembang menjadi kekayaan Indonesia dan dunia. Tetapi sekarang hutan Indonesia telah berubah dengan berbagai masalah.

     Berbicara masalah hutan di Indonesia seakan tidak ada habisnya. Mulai dari kebakaran sampai penebangan liar yang terjadi terus-menerus seperti telah menjadi hal yang biasa. Hutan Kalimantan yang pada tahun 1985 luasnya 39,9 juta hektare menyusut drastis menjadi 25,5 juta hektare pada tahun 2010. Kementrian kehutanan mencatat bahwa kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai 1,08 juta hektare per tahun sampai dengan tahun 2009. Hal ini menempatkan Indonesia menduduki peringkat kedua dengan laju kerusakan tertinggi di dunia.

     Tidak hanya di Kalimantan, di Sumatra pun sering terjadi kebakaran hutan. Masih ingatkah kita saat kebakaran hutan di Riau pada bulan Juni lalu? Kebakaran yang menghanguskan belasan ribu hektare hutan, bahkan asapnya pun sampai di negara tetangga, Malaysia dan Singapura, dan mengganggu aktifitas di kedua negara tersebut. Dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan pemerintah begitu saja, karena menjaga hutan adalah tanggung jawab semua warga negara Indonesia dan khususnya kita sebagai rimbawan. Pemerintah dan rakyat harus saling bahu-membahu memperbaiki hutan Indonesia yang semakin kritis.

     Peran hutan Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia pun mulai diragukan seiring menyusutnya luas hutan dan tingginya tingkat kerusakan hutan di Indonesia. Dampak penyusutan dan kerusakan hutan pun sudah terasa, mulai dari suhu udara yang bertambah panas, perubahan iklim sampai banjir air laut yang sering melanda kawasan Jakarta Utara sebagai akibat dari pemanasan global atau sering disebut dengan global warming. Tidak hanya itu saja, fauna pun ikut menjadi korban. Habitat mereka rusak dan mereka pun lama kelamaan akan mati dan tidak menutup kemungkinan akan ada kepunahan spesies tertentu.  

     Jika hal ini dibiarkan terus-menerus tentu akan menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia dan dunia. Sebagai rimbawan, saya tentu sangat prihatin akan keadaan hutan Indonesia saat ini. Semua orang dan khususnya saya, ingin agar hutan Indonesia kembali hijau lagi. Maka dari itu kita harus memulai aksi nyata untuk menyelamatkan hutan kita tercinta. Kita bisa memulainya dengan menanam pohon di halaman rumah , tidak menebang pohon sembarangan, melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan dan mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga hutan Indonesia atau kita terjun langsung di lapangan menjadi seorang rimbawan yang benar-benar menjaga hutan di pelosok Indonesia. Selain itu kita juga harus mendukung pemerintah untuk memperbaiki hutan Indonesia agar hutan Indonesia dapat kembali lestari seperti dahulu.